Dalam posisi yang sama, gaji yang diterima oleh wanita biasanya lebih rendah dari pria. Bahkan sebelum dapat diterima pada pekerjaan yang diinginkan, biasanya wanita harus membuktikan diri terlebih dahulu.
Hal tersebut ternyata menarik perhatian Sri Mulyani Indrawati, baik sebagai Menteri Keuangan maupun sebagai seorang wanita. Memang masalah keadilan gender ini belum dapat tercapai sepenuhnya hingga saat ini.
Sri Mulyani Bicara Tentang Wanita Karir atau Ibu Rumah Tangga?
Bagaimana Ibu melihat peran wanita di Indonesia, khususnya di bidang ekonomi?
Kalau statistik di Indonesia sebenarnya tidak terlalu bagus jika dilihat dari sisi kesetaraan gendernya. Kayaknya indeks kita dari segi kesetaraannya di ASEAN saja berada di tengah. Sedangkan dari sisi partisipasi dalam dunia kerja, 30% laki-laki berada di sektor informal. Sekitar 70% nya bearti diisi oleh perempuan. Artinya perempuan kerja banyak yang kerja di tempat informal, dan mungkin kualitas kerjanya tak begitu bagus.
Jadi sebenarnya di Indonesia tetap memberikan peluang untuk bekerja bagi perempuan maupun laki-laki, tapi bagi perempuan kesempatan kerjanya tidak dalam posisi yang terlalu bagus.
Dari segi gaji, di seluruh dunia juga selalu ada diskriminasi. Kita lihat saja dalam turnamen tenis Wimbledon. Juara tenis Wimbledon yang laki-laki mendapatkan hadiah lebih besar dari perempuan. Hadiah untuk perempuan sekitar 20% dibawah hadiah buat laki-laki.
Ternyata di Indonesia juga tidak jauh berbeda, berdasarkan statistik, gaji perempuan itu sekitar 19% di bawah laki-laki dalam pekerjaan yang sama.
Apa hambatan itu yang kemudian menurut Ibu mengurangi peran dari wanita di Indonesia?
Jadi memang perempuan itu menghadapi kendala yang jauh lebih berat. Namun cita-cita harus tetap setinggi mungkin. Jangan lupa untuk siapkan mental anda bahwa anda sebagai perempuan akan menghadapi banyak tantangan yang pada umumnya tidak dihadapi oleh laki-laki.
Menurut Ibu, apa tidak ada solusi untuk wanita yang juga ingin mengejar karir?
Sebenarnya tergantung bagaimana kita berkomunikasi dengan pasangan kita lagi. Pada akhirnya memang kalau meneruskan pendidikan atau karir itu harus berdasarkan kesepakatan keluarga. Kalau tidak ada kesepakatan keluarga, banyak perempuan yang kemudian terpaksa atau dipaksa untuk memilih.
Tapi kalau kemudian istri memilih untuk di rumah dan menjadi manajer rumah. Manajer rumah itu sebenarnya bukan pekerjaan yang gampang, me-manage rumah tangga itu sama halnya seperti me-manage Kementerian Keuangan. Rumitnya sama. Emosinya bahkan lebih gede dalam hal itu.
Tapi yang saya bisa sampaikan kepada perempuan agar menyiapkan diri dan jangan kaget nantinya kalau harus menghadapi titik-titik pengambilan keputusan.
Sebagai Menkeu, apakah menurut Ibu ada kebijakan yang bisa membantu wanita?
Kalau saya sebagai di sini ya harus bikin policy dimana laki perempuan itu sama-sama memiliki kesempatan yang sama. Akan berakibat sangat baik kepada ekonomi dan anak-anak generasi mudanya.
Maka tugas policy makers seperti kita adalah membuat supaya halangan untuk perempuan seminimal mungkin. Jadi beberapa beban yang muncul karena nature perempuan itu berbeda itu harusnya bisa dikurangi.
0 comments:
Post a Comment